Mas Darwis Tere Liye (DTL) yang baik,
Maafkan
bila saya sangat mencintaimu. Saya mencintaimu karena Allah, karena
kita sama-sama muslim. Bukankah setiap muslim itu bersaudara dan harus
saling mencintai?
Surat ini saya tulis karena
didorong oleh rasa cinta tersebut. Saya percaya kepada ucapan para
motivator, bahwa kritik merupakan tanda cinta. Ketika ada orang
mengkritikmu, itu artinya dia mencintaimu, dia peduli padamu. Jika dia
tak peduli padamu, buat apa dia repot-repot “mengurus” kamu? Lebih baik
cuek saja, masa bodoh. Buat apa mengurus seseorang yang tak pernah kita
pedulikan?
Saya mau repot-repot menulis “surat
cinta” seperti ini, saya mau repot-repot menghabiskan banyak waktu saya
untuk membahas, membicarakan dan menulis tentang dirimu, justru ini
merupakan pertanda bahwa saya mencintaimu, cinta terhadap sesama muslim,
cinta karena Allah. Cinta yang mengisyaratkan bahwa saya akan sangat
bahagia bila dirimu menjadi seorang manusia yang lebih baik dari
sebelumnya.
I. Kontradiksi Karya dan Kepribadian
Saya termasuk orang yang mengagumi kamu. Memang, saya belum pernah membaca satu pun novelmu, karena belum sempat. Tapi saya pernah menonton film “Hafalan Shalat Delisa”. Itu film yang sangat bagus. Inspiratif, mengharukan. Dari film ini, saya membayangkan DTL adalah seorang pribadi yang bijaksana, dewasa dan religius. Karena itu, saya pun me-like fan page-mu. Saya sering men-share kalimat-kalimat bijak dan inspiratif yang kamu tulis di sana.
Saya sangat mengagumi kamu. Dari posting-posting di
fan page-mu, saya makin percaya bahwa kamu orang yang sangat bijaksana,
inspriratif, motivatif, dewasa, sangat religius.
Namun sikap saya berubah 180 derajat ketika suatu hari saya membaca sebuah postingmu yang isinya mengkritik PKS.
O,
jangan salah sangka. Saya insya Allah tak pernah fanatik terhadap
parpol. Saya hanya mau fanatik terhadap Islam. Saya memang kader PKS,
tapi saya juga pernah hampir keluar dari PKS karena saat itu PKS
mendukung kenaikan harga BBM. Ketika dulu PKS mendukung SBY sebagai
capres, saya justru memilih JK. Saya juga tidak setuju pada sejumlah
kebijakan dan aturan yang ditetapkan oleh PKS. Saya tak mau membela PKS
mati-matian, karena saya sadar yang harus dibela mati-matian hanyalah
Islam.
Saya juga insya Allah sangat menghargai
perbedaan. Jika kamu tidak suka pada PKS, tentu itu hak kamu dan semua
orang harus menghargainya. Tidak ada yang salah dengan perbedaan. Yang
salah adalah orang yang tidak suka pada perbedaan.
Sikap saya berubah 180 derajat bukan karena faktor
ketidaksukaan kamu terhadap PKS tersebut. Demi Allah, saya berani
bersumpah, bukan karena PKS. Tapi karena:
1.Kamu
menyampaikan pendapat dengan gaya yang sama dengan para haters. Para
haters yang biasanya asal bicara dan hanya berdasarkan prasangka.
2.Kamu
langsung memblokir siapa saja yang tidak sependapat dengan dirimu.
Padahal banyak di antara komentator tersebut yang menyampaikan pendapat
mereka dengan cara yang baik, sopan serta santun.
3.Kamu
juga langsung memblokir orang-orang yang hanya sekadar bertanya, “Mas
DTL tentu sudah ikut membantu para korban banjir, kan?”
4.Kamu juga langsung memblokir orang-orang yang hanya memberikan masukan dengan cara yang sopan dan beretika.
5.Bahkan yang hanya bertanya biasa dan bercanda pun, kamu blokir juga.
Sungguh,
saya benar-benar tak habis pikir. Seorang DTL yang karya-karyanya
sangat bagus, inspiratif, bijaksana, ternyata memiliki kepribadian yang
sangat jauh berbeda. Ini membuat saya benar-benar tak habis pikir.
II. Ya, Itu Memang Hak Kamu
Ya, benar. Adalah hak kamu untuk melakukan tindakan seperti itu. Adalah hak kamu juga untuk membuat peraturan yang sangat ketat di fan page-mu. Tapi saya juga percaya bahwa hidup ini bukan hanya masalah hak. Jika kritik yang saya sampaikan ini dijawab dengan argumen, “Adalah hak DTL untuk melakukan itu,” maka dengan spontan saya pun bisa menjawab, “Adalah hak saya juga untuk mengkritik atau mencintai DTL dengan cara saya sendiri”. So what? Semua orang punya hak, bukan? Jadi, masalah HAK seperti ini tak perlu disampaikan. Mubazir. Semua orang sudah tahu.
Semua orang memang punya hak. Tapi hidup ini bukan
hanya soal hak. Dalam hidup ini, kita juga mengenal yang namanya “saling
menghargai perbedaan, saling menghormati”. Dalam hidup ini, kita juga
diharapkan bisa menerima masukan-masukan dari pihak lain, berlapang dada
ketika dikritik oleh orang lain.
III. Tak ada Raja di Social Media
Apalagi
saat kita bicara tentang SOCIAL MEDIA alias socmed. Menurut para pakar,
socmed adalah dunia kerumunan. Pada kerumunan, semua orang sederajat,
tak ada yang namanya status sosial. Di sebuah kerumunan, presiden dan
tukang becak bebas ngobrol dengan akrab. Seorang preman pasar dan
pengangguran bebas mengkritik dan memberi masukan kepada seorang raja
sekalipun. Demikian pula sebaliknya, sang presiden dan raja bebas
menanggapi komentar si tukang becak dan si preman sesuka dia.
Memang,
social media juga mengenal privasi. Karena itulah, disediakan fitur
blokir. Kita bebas memblokir siapapun yang kita mau. Tentu saja, kamu
sebagai seorang penulis terkenal pun tentu bebas memblokir siapapun yang
kamu mau.
Namun, saya sebagai orang yang
mengagumi dan mencintai kamu, sungguh merasa heran, karena kamu
memblokir siapa saja yang tidak sependapat dengan kamu. Bahkan ketika
ada yang orang hanya bertanya dan memberi masukan pun, dengan cara yang
paling sopan pun, tetap kamu blokir.
Sikap kamu
ini membuat banyak orang – termasuk saya – berpikir bahwa kamu orangnya
arogan, antikritik, tidak terbuka terhadap perbedaan. Bahkan sejumlah
teman menyebut kamu kekanak-kanakan. Kamu hanya ingin menjadi seorang
RAJA di social media. Kamu tidak ingin ada yang mengganggu kamu di sana.
Kamu bebas berbuat apapun di fan page-mu, tapi kamu mengebiri kebebasan
orang lain untuk berpendapat, walau pendapat itu disampaikan dengan
cara yang terbaik sekalipun.
Menurut saya, sungguh kontradiktif sikap kamu itu.
Kamu berkiprah di sosial media, sebuah media yang tidak mengenal adanya
raja, sebab social media merupakan kerumunan, semua orang sederajat dan
memiliki hak yang sama. Kalau kamu hanya ingin menjadi raja, sebenarnya
social media bukanlah tempat yang paling tepat untukmu. Percayalah!
IV. Meneladani Akhlak Rasulullah
Duhai
DTL. Sebagai seorang Muslim, kamu tentu sudah tahu bahwa Rasulullah
sangat penyabar dalam menghadapi kritik. Bahkan beliau diam saja ketika
kepalanya dilempar kotoran oleh seornag Yahudi. Bahkan beliau menjenguk
si Yahudi ketika dia sakit. Sungguh sebuah akhlak yang sangat terpuji!
Memang, tidak mudah bagi kita untuk meneladani
semua akhlak Rasulullah. Namun setidaknya, kita punya niat untuk
berakhlak sebaik mungkin. Dan ini adalah salah satu tujuan saya ketika
menulis surat cinta ini. Saya ingin melihat kamu menjadi pribadi yang
lebih baik, yang terbuka menerima masukan dan kritik dari orang lain,
yang bijaksana, yang inspiratif, pokoknya yang bagus-baguslah, seperti
cerita pada novel-novel kamu yang dikagumi oleh banyak orang itu.
Saya
yakin, para penggemar kamu pun pasti tidak ingin jika pengarang yang
mereka kagumi, memiliki kepribadian yang bertolak belakang dengan
karya-karyanya. Saya yakin mereka pasti tidak ingin hal itu terjadi.
V. Belajar dari Kritik, Caci Maki dan Bully
“Hai Jonru, kamu ini siapa sih? Kok berani-beraninya menasehati DTL?”
Saya
hanya manusia biasa. Saya juga seorang manusia yang penuh dengan
kekurangan. Dosa saya banyak. Aib saya pun banyak. Ketika saya menulis
surat cinta seperti ini, saya yakin pada saat yang sama semua orang pun
bisa menulis surat serupa dan ditujukan untuk saya.
Namun
sebagai seorang muslim, saya percaya bahwa saling menasehati itu sangat
baik. Terlebih bila nasehat tersebut telah kita terapkan untuk diri
kita sendiri.
Saya memang manusia biasa yang
pasti punya banyak kesalahan, dosa, kelemahan, keburukan, bahkan aib.
Tapi mengenai keterbukaan terhadap kritik dan masukan dari pihak lain,
insya Allah selama ini sudah saya terapkan. Karena sudah saya terapkan
itulah, makanya saya berani memberikan nasehat seperti itu kepada DTL.
Memang,
saya juga sering memblokir orang di Facebook dan Twitter. Namun yang
saya blokir biasanya hanya orang-orang yang memang ngajak ribut,
berdiskusi dengan kata-kata kasar dan menghina, atau mengajak debat
kusir yang tak ada gunanya. Jika ada yang berbeda pendapat namun
disampaikan dengan cara yang baik, insya Allah tidak akan saya blokir.
Di Facebook saya bahkan terdapat sejumlah teman yang sering mengkritik
saya, membantah argumen-argumen saya, namun mereka masih aman, belum
jadi korban blokir saya :-)
Harus saya akui
dengan jujur, bahwa saya justru sering mendapat banyak masukan berharga
dari kritik bahkan cacian yang diarahkan kepada saya dari warga social
media. Salah satunya adalah saat saya dibully karena mempublikasikan sebuah foto hoax. Alhamdulillah, ada banyak hikmah yang saya dapatkan dari peristiwa tersebut.
Kritikan,
masukan, nasehat, bahkan bully dan caci maki sering saya dapatkan dari
internet. Memang itu sangat menyakitkan. Tapi alhamdulillah, itu semua
menjadi salah satu sarana bagi saya untuk memperbaiki diri, untuk
belajar lebih banyak lagi, untuk berusaha menjadi manusia yang lebih
baik dari sebelumnya.
Adapun dirimu Wahai DTL,
saya tak bisa membayangkan bagaimana dirimu yang antikritik dan terlihat
sangat tidak terbuka terhadap semua masukan dari orang-orang yang
berseberangan pemikiran denganmu. Padahal sungguh Demi Allah, sebenarnya
kamu akan mendapat banyak manfaat dari kritik, masukan, bahkan caci
maki dan bully dari orang lain. Manfaat yang akan sangat berguna untuk
meningkatkan kualitas dirimu. Sungguh rugi jika kamu menghindari hal
yang sangat berharga seperti ini.
Duhai DTL,
Tulisan-tulisanmu sangat bijaksana dan inspritatif, membuat banyak orang mendapat banyak manfaat dari goresan penamu. Kenapa tulisan dan pribadimu sangat kontradiktif? Ini satu hal yang membuat saya sangat heran.
Tulisan-tulisanmu sangat bijaksana dan inspritatif, membuat banyak orang mendapat banyak manfaat dari goresan penamu. Kenapa tulisan dan pribadimu sangat kontradiktif? Ini satu hal yang membuat saya sangat heran.
VI. Nasehat yang Berbalik pada Dirimu Sendiri
Duhai DTL,
Kamu juga sering memberikan nasehat di fan page-mu. Nasehat yang sebenarnya kamu tujukan kepada orang lain. Tapi sayangnya, banyak sekali nasehat tersebut yang sebenarnya lebih cocok untuk ditujukan bagi dirimu sendiri.
Kamu juga sering memberikan nasehat di fan page-mu. Nasehat yang sebenarnya kamu tujukan kepada orang lain. Tapi sayangnya, banyak sekali nasehat tersebut yang sebenarnya lebih cocok untuk ditujukan bagi dirimu sendiri.
Contohnya adalah ketika kamu menulis “Sajak
Tuan & Nyonya” yang isinya menyindir parpol yang membantu korban
banjir sambil membawa atribut partai. Di situ kamu menulis:
“....Dan kita juga bisa berhenti sejenak berpesta-pora
Menjadikan banjir ini sebagai amunisi menyerang lawan politik....”
Sadarkah
kamu, bahwa ketika menulis bait sajak seperti itu, pada saat yang sama
kamu justru sedang menyerang lawan politikmu? Atau jika kamu mengaku tak
berpolitik, setidaknya kamu menyerang parpol yang tidak kamu sukai. Itu
artinya, bait sajak tersebut sebenarnya lebih cocok ditujukan untuk
dirimu sendiri :-)
Hehehe... jangan berdalih
dengan berkata, “Saya tidak menyebut nama parpol manapun.” Saya yakin,
semua orang sudah tahu parpol mana yang kamu sebut. Tak usah membela
diri dengan cara SOK LUGU seperti itu :-)
Contoh lain adalah ketika kamu menulis:
"saya perhatikan, setiap kali saya posting tentang KPK, partai, apapun isi postingan tersebut, maka yang protes keberatan selalu saja dari simpatisan partai yang sama, padahal menyebut merk juga tidak. Ayo lapang dada."
Seorang teman berkomentar:
"bang Tere nyuruh lapang dada, tapi kalau ada orang yang tak sependapat, langsung diblokir."
Dan kamu wahai DTL, langsung menghapus komentar tersebut dan orangnya kamu blokir.
Jadi ketika kamu menyuruh orang lain untuk berlapang dada, kenapa kamu justru tidak bisa berlapang dada
Sungguh saya tak habis pikir. Kamu sering memberi nasehat, padahal kamu sendiri justru sangat perlu diberikan nasehat yang sama.
Atau nasehat-nasehat tersebut memang sejak awal kamu tujukan untuk diri sendiri? Baguslah kalau begitu :-)
* * *
Demikian
dari saya. Mohon maaf jika tak berkenan. Maaf juga jika saya terpaksa
menulis surat ini secara terbuka di ruang publik. Sebab saya percaya
cara inilah yang paling efektif. Saya kurang yakin upaya ini akan
efektif jika saya kirim langsung secara personal ke alamat email kamu
misalnya.
Biarlah orang lain mengatakan saya
sedang menjelek-jelekkan orang, bahkan membuka aib orang di depan publik
(saya yakin ini bukan aib, karena yang saya sampaikan ini bisa diakses
oleh siapa saja di ruang publik, tak ada yang tertutup). Biarlah orang
lain mengatakan saya iri kepada DTL, atau tuduhan apapun itu. Saya tak
peduli. Yang saya pedulikan hanyalah pendapat Allah, karena Allah Maha
Mengetahui mengenai niat saya yang sebenarnya di balik surat cinta ini.
Terima kasih, sekali lagi maaf bila tak berkenan. Salam sukses selalu!
Jonru
---
No comments:
Post a Comment
PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Sudah Berkunjung ke Wabsite Saya...