“Apa julukan kota Bandung ? - Kota Kembaaang” Iulah pertanyaan yang sering saya dapatkan ketika duduk di sekolah dasar dulu, dari guru-guru. Bandung Kota Kembang, Paris Van Java dan segala julukan yang melekat padanya, tidak diberi secara cuma-cuma. Ya, Bandung memiliki julukan itu, karena Bandung pernah merasakan periode menjadi kota penuh kembang (bunga) dan pernah dinilai oleh kolonial Belanda, mirip dengan ibukota Perancis, Paris karena suasana dan cuaca kota Bandung yang sejuk.
Sebagai orang yang baru sebentar merasakan kota Bandung, dan tidak merasakan saat-saat Bandung menjadi kota kembang dan Paris Van Java, saya hidup di masa Bandung kota semerawut, rasa mencintai kota sendiri tidak timbul. Bukan tidak beralasan, setiap hari saya melihat parkir sembarangan dimana-mana, pengemis dan anak jalanan yang hampir saya temui di setiap perempatan, volume kendaraan yang seiring waktu berjalan saya rasakan semakin tinggi sehingga menimbulkan kemacetan dimana-mana, banjir, lalu lintas yang semerawut, PKL berjualan tak tahu aturan, dan infrastruktur yang buruk, serta minimnya ruang-ruang publik di kota, dan yang terakhir menggunungnya sampah dimana-mana.
Sempat terlintas di benak, jika saya dewasa nanti, saya akan meninggalkan kota ini, kota kelahiran saya sendiri. Karena Bandung seiring waktu sudah semakin tidak livable. Dan bila sudah seperti ini, boro-boro mau menjadi kota yang sehat, inilah salah satu contoh kota yang stress. Dan efek dari kota yang stress adalah melahirkan orang-orang yang stress, karena serba salah. Diam dirumah membuat jenuh, salah satu alternatif nya adalah pergi keluar rumah, jika di Amerika taman-taman kota selalu dipenuhi oleh warga-warganya, menjadi tempat interaksi, baca buku, atau barbeque bersama. Tapi di Indonesia, salah satunya di Bandung, pergi keluar pun malah menambah ke-stress-an melihat kemacetan, bunyi klakson dari sana-sini, tukang angkot yang ugal-ugalan dan banyak lagi.
Belum lagi Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang seiring waktu semakin berkurang, biang dari pebisinis-pebisnis yang oportunis, dan sarana-sarana publik yang tidak terawat bahkan sudah tidak layak. Seperti contoh, lapangan Gelora Saparua, Lapangan Gasibu, dan masih banyak lagi. Dan masalah paling main-stream yang dihadapi Indonesia saat ini : Ledakan Penduduk. Kota Bandung saat ini berpenduduk 2,6 juta jiwa (sekarang lebih mungkin, ya? - pen), jauh melampaui yang seharusnya. Bandung adalah kota yang sebetulnya hanya layak dihuni ratusan ribu masyarakat saja, tapi kenyataan sekarang sudah melampaui itu. Masih layak tinggalkah kota seperti ini ?
Ketika benci kepada kota sendiri sudah semakin meninggi, tahun lalu (2013) terjadi pemilihan walikota baru. Muncul sedikit asa saat itu, karena walikota yang lama sudah tidak akan mencalonkan diri lagi karena sudah 2 periode, dengan ini timbul ekspektasi di dalam hati akan angin segar yang terjadi di kota kelahiran saya. Sangat berharap pemerintahan yang baru tidak seperti rezim-rezim sebelumnya. Terpilihlah Ridwan Kamil sebagai walikota terpilih, saat itu yang saya tahu tentangnya adalah dia seorang Arsitek dan motor penggerak kreativitas anak muda di Bandung. Selebihnya saya tidak tahu, namun seiring pemerintahannya berjalan, timbul setitik-titik asa akan perubahan ke arah lebih baik kota ini. Gebrakan-gebrakan yang di lakukan sangat relevan dengan apa yang saya idam-idamkan kepada kota ini. Penertiban PKL, Bunga-bunga yang sekarang hampir saya temui di setiap sisi jalan, trotoar yang di renovasi, penertiban pengemis dan anak jalanan, dan banya lagi, serta taman-taman yang direnovasi sehingga berdampak kembalinya jati diri taman sebagai ruang interaksi orang-orang. Tak jarang sekarang setelah taman-taman lama dibenahi dan dibuatnya taman-taman yang baru saya lihat selalu dipenuhi oleh masyarakat untuk sekedar berkumpul dan yang paling saya sering lihat adalah foto-foto. Ya, fotogenic sudah semakin membudaya di Indonesia.
Dari semua fenomena itu, timbul rasa yang dulu tak pernah ada dalam diri, yakni mencintai kota sendiri, timbul rasa pride sebagai ‘Urang Bandung’. Jika dulu saya mempunyai pride akan Bandung hanya terhadap Persib-nya, sekarang saya cinta Bandung dengan segala isinya. Dari sini ekspektasi dan ke optimisan masa depan Bandung jauh lebih baik semakin nyata, walaupun masih ada saja hal-hal yang menghambat perubahan, seperti PKL dan pengemis yang masih sering muncul walaupun sudah tertibkan. Tapi jadikan saja itu sebagai ujian, saya yakin jika ikhtiar untuk perubahan terus dilakukan, Tuhan akan memberikan hasil yang terbaik untuk kota ini.
“Bandung bagiku bukan hanya tentang masalah geografis, Bandung itu masalah perasaan”
By: Rio Ricky
---
No comments:
Post a Comment
PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Sudah Berkunjung ke Wabsite Saya...