Ternyata semua Partai Politik (Parpol) di bumi pertiwi ini sama saja,
mereka semua sama di isi oleh manusia, jamaah manusia bukan malaikat.
Tidak ada yang berbeda dengan itu. Yang membedakan hanya kualitas,
kiprah dan kekuatan iman manusia didalamnya. Dunia politik selalu saja
menjanjikan banyak hal yang menggiurkan. Dunia yang satu ini seperti
tidak pernah sepi dari pemberitaan. Satu demi satu tabirnya terus
terkuak. Skandal video porno, tidur saat sidang atau korupsi merupakan
sajian menu utamanya, tidak hanya dilegislatif tetapi juga dieksekutif.
Terkadang letih melihat caruk-maruk negeri ini, seperti tak ada
ujungnya.
Beberapa saat lalu di negeri para nabi, berhembus sosok yang memberikan
angin segar dan berjuta harapan buat rakyatnya. Sosok itu adalah
Presiden Mursi, Presiden pertama mesir yang menang secara demokratis.
Contoh presiden yang setiap gerak-geriknya membuat kita terperangah,
kagum dan tentunya merindukan sosok pemimpin seperti itu. Bayangkan
saja, Presiden Mursi tidak mau mengambil gajinya. Ia menyumbangkan
gajinya untuk pembangunan negaranya, sementara Presiden kita malah sibuk
meminta naik gaji. Ketika iring-iringan Presiden Mursi melewati jalan
umum, tidak menimbulkan kemacetan dijalanan. Berbeda sekali dengan
indonesia, jangankan seorang Presiden, pembantu presiden sekalipun acap
kali membuat pengguna jalan gerah. Baru ingat kalau ada 3 (tiga) orang
pembantu presiden itu ada yang berasal dari PKS, ditambah lagi, kalau
tidak salah ada juga beberapa Gubernur, Walikota atau Bupati dari partai
dakwah ini yang sudah dikuasai. Tapi… Sedih dan mulai berembun rasanya
hati ini. Kenapa kesederhanaannya tidak tampak atau diberitakan? Apakah
Harapan itu memang benar masih ada?
Sempat berfikir untuk pergi dan teriak kesemua orang, “Woi… Keluar dari
PKS yuk!!” untuk apa kita disini? Ini partai udah enggak benar. Para
kadernya sudah jumawa dengan kekuasaan yang diberi. Coba lihat betapa
Heroiknya Menteri BUMN, Dahlan Iskan dengan sepatu sederhananya, Naik
ojek buat rapat kabinet, atau coba kita lihat Jokowi yang luar biasa
berhasil memimpin Solo. Hampir semua masyarakat solo bersedih saat
Jokowi berencana meninggalkan solo. Ia begitu dicintai masyarakatnya.
Sekali lagi, dimana para kader-kader PKS? Apa memang enggak ada di PKS
yang seperti Presiden Mursi, atau kalaupun kejauhan minimal seperti
Dahlan Iskan dan Jokowi-lah. Ada Gak?? Ternyata memang TIDAK ADA.
Maksudnya tidak hanya ada satu atau dua. Tetapi di PKS masih ada banyak
orang-orang seperti mereka, di PKS banyak yang sederhana dan luar biasa
tapi PKS bukanlah partai yang memiliki Media Electronic, sehingga tentu
ini bukanlah berita menarik makanya tidak ada yang mau meng-ekspose,
sehingga kita tidak pernah tahu.
Salah satu kader terbaik PKS adalah Ustd. Hidayat Nur Wahid. Banyak
cerita tentang kiprah beliau. Ia adalah sosok negarawan yang memang
layak menjadi bagian untuk memimpin Negeri Indonesia Raya ini.
Kesederhanaan beliau bukan hanya ditampakkan sebagai pencitraan saat
Pilkada saja, tapi sudah jauh dari dahulu beliau lakukan. Pernah Sekitar
Tahun 2007, Pak Dayat, panggilan akrab Ust. Hidayat Nur Wahid menjadi
salah satu narasumber di sebuah kampus negri di Jawa Tengah. Kapasitas
beliau saat itu adalah sebagai ketua MPR. Dialog yang berlangsung hangat
tiba-tiba senyap dan terhenti ketika ada bunya
Handphone.Tit..tit..tit..tit, seketika hadirin dan para wartawan
terhenyak dan para jurnalis segera mengambil gambar dan mendekat ke arah
sumber suara yang ternyata adalah bunyi HP dari Pak Dayat. Seorang
Ketua MPR, dengan Hand Phone sangat sederhana dan terkesan Jadul.
Dan Cerita tentang Hanphone Pak Dayat ini pun berlanjut, seperti
diceritakan Ust. Cahyadi Takariawan “Sangat banyak kisah kehidupan
keseharian pak Hidayat. Salah satunya saya dapatkan dari seorang teman
yang pernah menjadi asisten beliau saat menjadi Ketua MPR. Teman ini
bercerita, suatu ketika diminta pak Hidayat membelikan lem alteco. Tanpa
bertanya kegunaan lem tersebut, sang asisten langsung pergi membelikan.
Setelah lem diserahkan ke pak Hidayat, sang asisten penasaran,
digunakan untuk apa lem tersebut. Maka diam-diam ia mengintip ke ruang
kerja pak Hidayat.
Betapa terkejut sang asisten menyaksikan pak Hidayat menggunakan lem
tersebut untuk memperbaiki casing HP beliau yang retak karena terjatuh.
Ia tidak menyangka, seorang politisi senior, seorang Ketua MPR, masing
mengurus casing HP yang pecah. Bukan membeli casing baru, atau membeli
HP baru, namun membeli lem untuk memperbaiki casing yang pecah.
Kejadian seperti ini tentu tidak menarik untuk diberitakan dimedia.
Coba kita bertanya kepada orang yang melihat langsung Pak Hidayat di
tempat-tempat umum. Sering para penumpang pesawat merasa terkejut ketika
melihat Pak Hidayat naik pesawat yang sama di kelas ekonomi. Pak
Hidayat juga menolak menggunakan mobil Volvo sebagai kendaraan dinas
dari negara. Beliau memilih mengendarai mobil pribadinya sendiri, Toyota
Kijang tahun 2002.Pak Hidayat adalah pejabat tinggi yang mau tidur di
lantai beralas tikar. Beliau melakukannya setiap kali mengunjungi ibunda
di Dusun Kadipaten Lor, Desa Kebondalem Kidul, Kecamatan Prambanan,
Klaten Jawa Tengah. ”Mas Nur tidak mau tidur di hotel”, kata Septi
Swastani Setyaningsih adik bungsu Pak Hidayat yang memanggil kakaknya
Mas Nur itu. Pak Hidayat memilih tidur di rumah sederhana seluas 15 m x
10 m yang ditempati Nyonya Siti Rahayu, 70 tahun, ibunda beliau. Tidak
ada pernik kemewahan di dalamnya. Ruang tamu hanya diisi satu meja
kursi. Di ruang keluarga hanya ada televisi 14 inchi. Dan kejadian
seperti tentu bukan berita yang menarik untuk dikemas dimedia.
Mari kita flashback lagi ketika gempa mengguncang jogya dan menewaskan
ribuan jiwa. Ada kisah yang yang tentunya tidak terlupakan disana. Siang
yang terik itu tak mengurangi antusiasme warga Pleret Bantul berkumpul
di lapangan Pleret. Apa yang membuat mereka begitu antusias mendatangi
lapangan? Hari itu, ada tamu istimewa yang hadir ke desa mereka di
Pleret Bantul. Tamu itu adalah Hidayat Nur Wahid, yang saat itu menjabat
sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Pak Hidayat akan
berkunjung ke desa yang terkena dampak gempa sangat parah di Jogya
sekaligus peletakan batu pertama pembangunan rumah bantuan dari donatur.
Masyarakat begitu merindukan kehadiran pejabat negara yang memang juga
berasal dari daerah yang dekat dengan lokasi mereka. Menurut berita,
Keluarga beliau yang di Klaten juga terkena musibah gempa.
Siang makin terik, masyarakat tak juga melihat ada tanda-tanda seorang
pejabat negara datang. Tiba-tiba saja, bunyi mikrophone dari tengah
lapangan berbunyi.
“Yang Terhormat, Ketua MPR, Bapak Hidayat Nur Wahid selamat datang di desa kami.”
Suara pembawa acara sudah bergema sampai terdengat sekitar 25 m dari tempat acara yang berada di tengah lapangan.
“Loh, sudah datang, toh. Kapan datangnya?”
“Sudah lima belas menit lalu, Pak” yang lain menimpali pertanyaan
seorang bapak tua yang dari tadi menunggu kedatangan Ketua MPR itu.
“Loh, biasanya ada sirine dan banyak polisi toh. Lah, ini seperti tidak ada apa-apa.”
Bapak tua itu heran karena biasanya selalu ada kehebohan kendaraan
pengawal dan rombongan pejabat lainnya yang mengiringi. Ternyata Pak
Hidayat menaiki mobil biasa tanpa pengawalan. Bahkan Camat Pleret sampai
tergopoh-gopoh mengejar Pak Hidayat karena keduluan ketua MPR
datangnya.
Acara diadakan di tengah lapangan. Para pejabat disediakan kursi empuk
sementara warga hanya duduk lesehan beralaskan tikar. Ketika giliran Pak
Hidayat memberi sambutan, beliau kemudian turun dari kursinya dan duduk
lesehan.
“Maaf bapak Ibu, bukannya saya tidak menghargai, supaya kita lebih
dekat. Saya duduk nggih.” Begitulah perkataan yang bisa ditangkap dari
obrolan beliau dengan warga dalam bahasa jawa yang sangat halus.
Akhirnya pejabat dan tokoh masyarakat yang mendampingiUstd Hidayat ikut
lesehan. Jadilah kursi empuk yang disediakan panitia jadi kosong
melompong.
Subhanallah, tentu kita kagum dengan sikap sederhana beliau. Datang
tidak mau merepotkan dan ketika diberi fasilitas beliau memilih
fasilitas yang sama dengan warga. Lagi-lagi, kejadian seperti ini tidak
pernah masuk pemberitaan media massa. Kehidupan beliau sangat sepi dari
publisitas. Beliau melakukan segala aktivitas secara alami, tanpa
kemasan branding, atau menyewa konsultan untuk memperbaiki penampilan
atau membayar media planner untuk mengatur tampilan beliau di media.
Semua berjalan sangat alami, tanpa sentuhan entertainment. Pemimpin
seperti inilah yang sebenarnya dirindukan oleh negara ini. Pernah di
Konsolidasi Kader Se-Jakarta Utara, Pak Hidayat pernah berujar terkait
pencalonannya sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta. Banyak para pengamat
dan tokoh di negara ini yang mengatakan kenapa saya bersedia menerima
amanah ini dari Partai, inikan namanya turun gunung. Dengan santai Pak
Hidayat menjawab, “Saya tidak sama sekali turun gunung karena selama ini
saya tidak merasa pernah naik gunung”. Sungguh, sangat beruntung bila
warga jakarta mendapat sentuhan kesederhanaan pemimpin seperti ini.
Ingin rasanya berteriak sekali, Woi.. Ayuk keluarrrr.. kita usahakan Pak
Hidayat benar-benar jadi Gubernur DKI Jakarta!! Allahuakbar 3 x !!
Oleh: Hudhafah As-Sahmi
-
[ZILZAL]
No comments:
Post a Comment
PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Sudah Berkunjung ke Wabsite Saya...