Sejak ia memutuskan tak lagi menggantungkan urusan yang satu itu pada
manusia. Ya, sejak ia bertekad untuk merapat hanya kepada Dia. Dan
ikhtiarnya kali ini hanya berbekal satu hal: keyakinan.
Mata itu basah kini. Seperti hatinya yang basah oleh harapan, saat
bibirnya melantunkan doa penuh penghayatan. Tanpa sadar, tubuhnya telah
goncang oleh hentakan tangisnya. Dalam khusyuknya doa, sekelebat memori
menyelusup ke dalam benaknya.
***
“Kamu pasti suka dia,” Lia mengedipkan sebelah matanya. Namun
kata-kata itu hanya terdengar seperti desiran angin di telinga Rissa. Ia
tengah sibuk meredakan gemuruh di dadanya. Sebenarnya, ia tak yakin
dengan perjodohan ini. Tapi ia berusaha yakin, karena Lia adalah
sahabatnya. Rasanya seperti mimpi ketika Lia menggandengnya masuk ke
sebuah ruangan penuh lampu kedap-kedip dan musik berirama menghentak.
Merasa tak nyaman dengan suasana asing ini, ingin rasanya ia membalikkan
tubuh, lari sekencang-kencangnya, pulang! Tapi tangan Lia terlalu
kuat menggenggam tangannya, dan lelaki itu telah berada di hadapannya.
Dan selanjutnya, semua berjalan begitu cepat. Tiba-tiba saja cuma ada
dirinya dan lelaki itu, duduk saling berdampingan di atas sofa yang
empuk. Tiba-tiba saja, lelaki yang tadinya ramah dan simpatik itu, mulai
mengeluarkan aksi yang membuatnya terkejut. Tangan kokoh itu mulai
berkelana ke sana-kemari, ke bagian-bagian terlarang tubuhnya.
***
Kata orang, kalau mau cepat dapat jodoh, harus banyak bergaul. Tapi
Rissa terlalu pemalu untuk mengikuti saran itu. Jangankan dengan lelaki,
bergaul dengan sesama perempuan yang tak dikenal dekat saja dia kerap
merasa kikuk. Itu sebabnya, ketika waktu terus berlari, dan usianya
telah menjelang 30, ia tak pernah dekat dengan lelaki mana pun.
Namun, ia juga wanita normal. Keinginan untuk menikah dan menimang
bayi begitu kuat menggedor batinnya. Maka, ia beranikan diri meminta
bantuan sahabatnya. Tapi malam itu ia sadar, betapa menggantungkan
urusan kepada manusia nyaris membuatnya celaka. Cukup sekali saja! Ia
kapok memakai “jasa mak comblang”!
***
Gedubrak! “Astaghfirullah!” Jantung Rissa serasa
melorot. Lelaki berkacamata itu bangkit sambil mengusap-usap
bokongnya yang baru mencium lantai. “Pak Rizky?!” Manajer baru
di kantornya, yang baru dua hari dikenalnya itu cengengesan, diselingi
meringis sembari masih mengusap-usap bokongnya.
“Maaf, saya nggak tau ada Pak Rizky di balik pintu ini,” kata Rissa.
Tanpa menunggu jawaban, ia menggegaskan langkahnya. “Tunggu, Rissa!”
Rissa menoleh. “Saya … saya …,” lelaki berkacamata itu
gelagapan. “Maukah kamu menikah dengan saya?” Mata Rissa membulat.
“J…jangan bercanda, Pak!” serunya sambil memperbaiki letak jilbabnya,
salting.
Ia baru 40 hari berjilbab, sehingga masih sering kerepotan. “Saya
serius! Maaf, tadi saya sempat mendengar kamu berdoa. Dan, doamu sama
dengan doa saya saat tahajud tadi malam. Kamu pasti jodoh saya!” katanya
mantap. Wajah Rissa memerah, antara malu dan marah. Kurang ajar!
Jadi, dia mengintipku saat sholat Dhuha tadi! Rutuknya dalam hati.
Ingin rasanya ia menampar lelaki itu. Namun sisi hatinya yang putih
mencegahnya.
40 hari ini, ia berusaha memantaskan diri di hadapan-Nya. Berbekal
keyakinan, jodohnya akan datang langsung dari-Nya. Bukan karena nafsu
sesaat. Bukan lantaran dibantu oleh mak comblang yang sok tahu.
Tiba-tiba tangisnya pecah. Takjub. Hari ini, Tuhan telah menjadi mak
comblang paling sempurna baginya!.(fimadani)
No comments:
Post a Comment
PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Sudah Berkunjung ke Wabsite Saya...