PKS tak disangsikan lagi, adalah parpol yang menjadikan landasan
hubungan antara Pengurus dan anggotanya berdiri di atas 3 pilar:
Pilar Pertama: Pemahaman
Pilar Pertama: Pemahaman
Unsur pemahaman menitikberatkan pada visi-misi PKS sebagai entitas jamaah yang memiliki visi Ustaadziyatul 'Alam (superioritas Muslim di level dunia). Caranya dengan memperbaiki diri, keluarga, dan pemerintahan.
Pilar Kedua: Bekerja dan berkarya
Kader-kader PKS diarahkan untuk fokus pada kerja dan karya, bukan pada analisa dan banyak tanya.
Kebijakan ini bukan hanya di PKS. Tanyakan ke PKB, PPP, PBB, Demokrat, Golkar, apalagi PDIP dan PKB.
Pilar Ketiga: Percaya dan Tsiqoh
Kebijakan ini bukan hanya di PKS. Tanyakan ke PKB, PPP, PBB, Demokrat, Golkar, apalagi PDIP dan PKB.
Pilar Ketiga: Percaya dan Tsiqoh
Percaya bahwa mekanisme syuuro menjadi penentu semua kebijakan di PKS. Tidak ada yang dominan. Keberadaan ketua Majlis Syuro yang diwakili 99 anggota dari 33 provinsi, adalah ruh penggerak organisasi. Harapannya, 99+Ketua Majlis Syuuro dimusykilkan membuat keputusan yang merugikan umat apalagi mencederai Islam sendiri.
3 Pilar di atas, acap menjadi amunisi para HaTers dan kritikus PKS, dengan menuduh kader PKS seperti kebo yang sudah dicucuk hidungnya, taat mutlak, dan hilang daya kritisnya. Termasuk dalam hal tranparansi keluar masuk dana, baik dari iuran anggota maupun dari sumbangan.
Sebenarnya, di kalangan publik, PKS sudah mengalami audit dan hasilnya wajar tanpa pengecualian. Jika memang ada aliran dana dari iuran kader, semua sudah paham bahwa ada infak dunia Islam (termasuk Palestina) yang kebutuhannya sangat fluktuatif dan tentu tidak bisa detail dilaporkan kepada seluruh kader apalagi ke publik.
Jika ditanya sikap saya. Simpel saja. Saya dan anggota publik yang hanya berstatus penggembira, belum ke level bobotoh, atau PKSmania, lebih memilih menjadi penikmat perlombaan. Sesekali melihat aksi-aksi ciamik ujung tombak PKS di lapangan. Ada yang terjatuh. Ada yang bersitegang. Ada yang selebrasi dengan joget. Ada yang sujud syukur. Nah sesekali kita saksikan ada yang melakukan pelanggaran.
Sang pelatih tentu tak ikut bermain. Fungsinya mengarahkan, mensupport, plus mensupervisi. Kewenangannya menentukan siapa yang bermain, siapa yang di bangku cadangan, hingga belanja pemain bersifat final. Semua pihak dan stakeholder diharap percaya. Pemain yang merasa senior, paling berjasa, dan menolak kepemimpinan sang manajer harus gentle: hengkang atau bergabung dengan klub lain.
Jadi bila ada manajer yang dipake seumur hidup, tidak perlu dipersoalkan. Selama dewan syuuro bersepakat dan sang manajer tidak melakukan pelanggaran berat.
Jadi jika ada penonton yang menuntut transparansi dan laporan aliran dana, terus mempermasalahkan mekanisme pergantian kepemimpinan. Apa wajar?
---
No comments:
Post a Comment
PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Sudah Berkunjung ke Wabsite Saya...