Catatan I: …, mereka sebagian besar sudah mengundurkan diri karena bekerja atau (disuruh) menikah oleh orang tuanya(republika.com); …
dua siswa SD, tidak ikut ujian nasional karena menikah (inilah.com); Berdasarkan catatan Tempo, mayoritas wanita Madura pendidikan tertingginya hanya setingkat Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah. Bahkan di daerah pedesaan, anak yang belum tamat SD pun harus menikah karena telah ditentukan jodohnya oleh orang tuanya (tempo.com).
dua siswa SD, tidak ikut ujian nasional karena menikah (inilah.com); Berdasarkan catatan Tempo, mayoritas wanita Madura pendidikan tertingginya hanya setingkat Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah. Bahkan di daerah pedesaan, anak yang belum tamat SD pun harus menikah karena telah ditentukan jodohnya oleh orang tuanya (tempo.com).
Catatan II: Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga [suami-isteri] yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa [UU RI No. 1 Tahun 1974, Tentang Perkawinan, pasal 1]. Keluarga adalah persekutuan antara suami dan isteri (dan anak atau anak-anak) yang terbentuk karena ikatan tertentu (misalnya Agama, Adat, Hukum Sipil), serta membangun hidup dan kehidupan bersama pada suatu tempat (tertentu).Pasal 7, ay. 1 Perkawinan hanya diizinkan jika pihak laki-laki sduah mencapai umur 19 [sembilan belas] dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 [enam belas] tahun, ay 2. Dalam hal penyimpangan terhadap ay.1, pasal ini, dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak laki-laki maupun wanitaDari Catatan I dan catatan II, sangat jelas bahwa, kasus seperti di atas, bukan hal yang baru di Nusantara; seiring dengan perkembangan zaman serta sentuhan peradaban modern seharusnya hal tersebut sudah tak ada. Akan tetapi, nyatanya, masih terjadi perkawinan - pernikahan pada usia dini di pedesaan negeri (hampir merata di Nusantara). Mereka yang menikah pada usia dini tersebut, (khususnya perempuan) masih berumur sekitar 11/12 tahun; dan biasanya laki-laki atau suaminya berusia jauh di atas mereka; walau ada juga (namun jarang terjadi) yang suaminya berusia sebaya.Sementara itu, menurut , tidak terjadi (sedapat mungkin) perkawinan pada usia di bawah 16 dan 19 tahun. Dan ini bukan saja mengantisipasi bubarnya pernikahan, namun sekaligus ada faktor-faktor kesiapan serta kedewasaan fisik - medis - psikhologis - dan sosiologis.Agaknya, hal-hal tersebut di atas, belum sampai pada tataran masyarakat desa - pedesaan - tradisional, yang kental hal-hal praktis; dan yang paling banyak menjadi korban (terbanyak) adalah anak-anak perempuan.Pada banyak kasus; mereka (anak-anak perempuan tersebut), tidak sedikit, dengan alasan asal sudah bisa baca bahasa Indonesia - baca Quran, maka tak perlu ikuti pendidikan yang lanjut, sehingga harus menikah. Dan sebagian besar dijodohkan orang tua, serta tak sedikit yang dinikahkan sebagai bukan isteri pertama, dengan laki-laki yang layak sebagai ayahnya. Model seperti ini, terjadi di berbagai pelosok negeri, dan belum berubah atau sulit dirubah!?Jadi ingat pada masa lalu, puluhan tahun yang lalu, filmnya Slamet Rahardjo - Christine Hakim, yang berjudul Pengantin Remaja; film yang berisi sedikit edukasi agar remaja tidak terjerumus ke dalam perkawinan usia dini.Pada masa kini, bukan zamannya lagi perkawinan usia remaja, melainkan ada mode pengantin pra-remaja; mereka menikah sebelum berusia remaja atau terpaksa kawin pada usia belasan tahun. sangat prihatin - tragis.Lalu, di mana peran tokoh-tokoh agama!? Mereka yang ada di/pada tengah-tengah umat; apakah ikut melegalkannya!? Agaknya memang seperti itu; karena perkawinan di Indonesia, ada peran agama dan negara.
Pengantin Pra-remaja, pada umumnya berdampak pada hal-hal yang lainnya, seperti laju pertumbuhan penduduk (angka kelahiran yang tinggi), banyak kematian ibu pasca melahirkan (karena dukungan fisik yang belum mampu untuk melahirkan); tingginya kelahiran (bayi) prematur (belum saatnya) dan kematian balita; dan juga banyak perceraian. Dan bisa saja masih ada dampak lain dari pengantin pra-remaja.Nah.
http://kesehatan.kompasiana.com/seksologi/2012/05/09/pengantin-pra-remaja/
No comments:
Post a Comment
PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Sudah Berkunjung ke Wabsite Saya...