Allah menciptakan kehidupan dan kematian, pada prinsipnya dalam rangka
menguji siapa yang paling baik amalnya. Allah tak pernah
mempermasalahkan, di zaman apa kita hidup! Ujian itu ada! Bahkan Adam
dan Hawa berhadapan dengan ujian, saat di surga. Tengoklah para Nabi
Ulul Azmi. Mereka hidup menapaki hamparan masalah. Mereka sukses
melakukan yang terbaik.
Bandingkan dengan kita. Tentu kita bukan level para nabi, level orang
shalih pun mungkin belum. Maka ujian bagi kita sangat diringankan Allah.
Namun prinsipnya sama; siapa di antara kita yang paling baik amalnya.
Hanya saja, doktrin-doktrin keagamaan yang dibawa penjajah, seringkali
membentuk paradigma kita menjadi pribadi-pribadi "penunggu", pasif,
berpangku tangan, dan tak mampu lagi membaca hikmah di balik semua
kondisi dan peristiwa. Bayangkan teriakannya menegakkan
Syariah-Khilafah, tapi meniadakan Jihad. Dakwahnya tauhid, tapi fokus
juangnya hanya di tataran Syirik tersembunyi. Saat diuji dengan penguasa
zhalim, malah takluk bertekuk lutut dan mengiyakan pelanggaran syariat
dan perusakan tauhid oleh penguasa.
Bagi saya, ujian
seseorang itu bukan di tataran ibadah ritual (shalat, haji, shaum,
zakat, syahadat). Tapi ujian hakiki adalah dalam kehidupan
bersosial-bernegara-bermasyara kat.
Buktinya, di level negara Saudi Arabia yang -katanya- sumber
Wahabi-Salafy dan murni Tauhid, namun bertekuk lutut terhadap AS. Mereka
menjadi donatur pembantaian di Mesir. Demikian juga di level individu,
banyak yang meneriaki pemerintah Indonesia Thogugt-Kafir-Musyrik, namun
aman dan nyaman menjadi pegawainya. Lalu saat Pemilu, sibuk mengharamkan
dan mengajak Golput.
Oleh karena itu, mari kita hilangkan
kata demokrasi dalam kamus politik kita. Fokuslah pada realita yang kita
hadapi dan tidak bisa kita hindari saat ini;
1. Ada
kesempatan mengisi parlemen dan birokrasi. Namun faktanya, kita
dihadapkan pada banyaknya elemen yang menginginkan. Mari bersaing sehat.
Kerahkan segala energi dan potensi yang dimiliki. Rebut kekuasaan. Lalu
gunakan untuk melahirkan amal-amal terbaik.
2. Jumlah
mayoritas pemilih aktif, itu yang diperhitungkan. Faktanya, bahwa suara
Profesor sama dengan tukang molor. Suara ustadz sama dengan dukun. Suara
1 muslim (padahal mayoritas), sama dengan pemeluk aliran sesat. Lalu
saat profesor, ustadz, muslim diam dan pasif. Di sisi lain tukang molor,
dukun, noni aktif. Apa gerangan yang akan terjadi? Faktanya, siapa yang
agresif aktif, dia yang meraih angka prestatif walau sedikit. Siapa
yang pasif negatif, maka harus siap menerima hasil yang negatif.
Nah bisa jadi saat kita memilih CAD (Caleg) atau birokrat ada yang
tersandung kasus. Namun kekecewaan kita tidak patut ditimpakan kepada
semua. Jika PKS-PPP-PBB membuat kecewa. Pilihlah individu yang bisa kita
percaya. Namun jangan sampai kita menjadi seperti babi pendengki di
permaninan AngryBird. Setiap ada yang gagal, ada saja si BABI yang
ketawa dan mentertawakan! Akhirnya, amal shalih kita minus ... malah
diperparah dengan aktivitas nyinyir tiada henti!
By: Nandang Burhanudin
-
No comments:
Post a Comment
PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Sudah Berkunjung ke Wabsite Saya...