Thursday, September 6, 2012

Catatan Bagi Ayah dalam Mempertimbangkan Pinangan

Rasulullah pernah bersabda, “Pukullah anak-anak karena meninggalkan shalat pada usia tujuh tahun, pisahkan tempat tidurnya pada usia sembilan tahun, dan kawinkanlah pada usia 17 tahun jika memungkinkan. Apabila perkawinan dilakukan, maka suruhlah si anak duduk di hadapan bapaknya, kemudian katakanlah, ‘Mudahmudahan Allah tidak menjadikan kamu dalam fitnah di dunia, tidak pula di akhirat’.”

Anak gadis sudah memungkinkan untuk dinikahkan kalau ia dipersiapkan untuk memasuki masa dewasa sejak awal. Seorang gadis bahkan dapat memiliki kesiapan dan kedewasaan lebih dini dibanding anak laki-laki. Wanita memang cenderung lebih cepat matang dibanding laki-laki.


Dari Anas Radhiyallahu ‘Anh, Rasulullah Al ma’shum bersabda, “Barangsiapa mempunyai anak perempuan yang telah mencapai usia dua belas tahun, lalu ia tidak segera mengawinkannya, kemudian anak perempuan tersebut melakukan suatu perbuatan dosa, maka dosanya ditanggung oleh dia (ayahnya).” (HR. Baihaqi).

Pebuatan dosa. Perbuatan dosa apakah yang menyebabkan ayah ikut menanggung dosanya? Wallahua’lam bishawab. Jika kita perhatikan, insya Allah kita akan mendapat pengetahuan bahwa perbuatan dosa yang seorang ayah ikut menanggung dosanya bila tidak segera mengawinkan anak perempuannya adalah dosa-dosa yang berkait dengan dorongan gharizah (naluri) untuk berdekat-dekat dengan lawan jenis. Pada usia-usia yang rawan ini, gejolak mudah membakar dada.

Akan tetapi, apakah ia sudah memungkinkan untuk dikawinkan?

Saya tidak bisa menjawab. Anda yang lebih tahu siapa anak Anda. Anda yang lebih tahu bagaimana Anda mempersiapkan anak Anda memasuki masa ‘aqil-baligh. Apakah persiapan yang Anda berikan melalui pendidikan semenjak kecil telah mengantarkannya menjadi wanita yang betul-betul mencapai ‘aqil-baligh, taklif(dewasa dan bertanggungjawab) dan sekaligus telah memiliki keterampilan untuk menasharufkan harta (manajemen anggaran) di rumah?

Sekarang ia sudah memasuki masa taklif. Jika ia belum terampil, insya Allah kelak akan memiliki keterampilan yang diperlukan. Sedang saat ini, yang diharapkan adalah kepekaan ayah untuk cepat tanggap terhadap apa yang dirasakan oleh anak gadisnya.

Ketika seorang laki-laki datang meminang, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh seorang ayah.

Memperhatikan Agama 
Pernah, ada orang bertanya kepada Al Hasan Radhiyallahu ‘Anh mengenai calon suami putrinya. Kemudian Al Hasan Radhiyallahu ‘Anh menjawab, “Kamu harus memilih calon suami (putrimu)yang taat beragama. Sebab, jika dia mencintai putrimu, dia akan memuliakannya. Dan jika dia kurang menyukai (memarahinya), dia tidak akan menghinakannya.”

Dalam sebuah hadis yang sangat terkenal, Rasulullah bersabda: “Jika datang kepada kalian (hai calon mertua) orang yang kalian sukai (ketaatan) agamanya dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia (dengan putrimu). Sebab, jika kamu sekalian tidak melakukannya, akan lahir fitnah (bencana) dan akan berkembang kehancuran yang besar di muka bumi.”

Kemudian ada yang bertanya,

“Wahai Rasulullah, bagaimana jika orang (pemuda) itu mempunyai (cacat atau kekurangan-kekurangan)?”
Maka, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, (mengulangnya tiga kali)“Jika datang kepada kalian orang yang bagus agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia (dengan putrimu)!” (HR Imam Tirmidzi dari Abu Hatim Al  Mazni).

Pada hadis ini –sampai-sampai Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mengulang jawaban tiga kali- seorang ayah diperingatkan agar memperhatikan orang yang beragama dan berakhlak bagus. Akhlak yang bagus adalah sebagian tanda-tanda bagusnya agama seseorang.

Tanda ini lebih kuat daripada tanda lainnya, misal pengetahuan agama dan lingkungan. Dua hal yang disebut terakhir ini menjadi pertimbangan pendukung mengenai agama dan akhlak orang yang berniat menjadi suami putri Anda.

Seorang ayah bisa mencari pengetahuan mengenai laki-laki yang meminang anak gadisnya dengan seksama sebelum mengambil keputusan. Antara lain, ia dapat menanyai orang yang dekat dengan calon menantunya. Ia juga bisa menanyakan kepada orang-orang yang dapat dipercaya (tsiqah).
Sebelum membicarakan masalah lain, marilah kita renungkan peringatan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Beliau bersabda, “Barangsiapa yang menikahkan (putrinya) karena silau akan kekayaan laki-laki itu meskipun buruk agama dan akhlaknya, maka tidak pernah pernikahan itu akan dibarakahi-Nya.”

Meminta Izin Anak
Pernikahan berkaitan langsung dengan perasaan anak gadis yang insya Allah akan mendampingi suaminya seumur hidup. Dialah nanti yang akan merasakan manis-indahnya pernikahan ataupun pahit-getirnya perpisahan, kalau ternyata cinta tak bisa tumbuh juga. Oleh karena itu, seorang ayah perlu meminta izin kepada anak gadisnya sebelum menikahkan. Islam menolak pemaksaan orangtua atas anak gadis agar mau menikah dengan laki-laki pilihan orangtua, sedang ia sendiri tidak menyukai. Pemaksaan dapat menjerumuskan anak kepada dosa besar. Minimal dosa karena tidak taat pada suami, termasuk dalam melayani keinginan suami di tempat tidur, karena tidak ada kehangatan cinta di hatinya. Padahal, penolakan istri untuk melakukan hubungan intim termasuk perkara yang sangat dilaknat oleh agama.

Dari Ibnu Abbas, bahwa ada seorang hamba sahaya yang masih gadis datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian dia melaporkan bahwa dia dikawinkan oleh ayahnya, padahal dia tidak suka terhadap laki-laki pilihan ayahnya itu. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan pilihan terhadapnya. Demikian hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan Ad Daruquthni.

Dan dari ‘Aisyah, bahwa ada seorang remaja putri dikawinkan dengan seorang laki-laki kemudian dia berkata, “Sesungguhnya ayah telah mengawinkanku dengan anak saudaranya agar kehinaannya dapat terangkat karena aku. Sedangkan aku tidak menyukainya.”

Kemudian ‘Aisyah berkata, “Duduklah”, sehingga Ra-sulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang. Lalu aku mengabarkannya. Kemudian Rasulullah mengutus seseorang kepada ayahnya untuk mengundangnya ke rumah Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian Rasulullah menyerahkan perkara itu terhadap sang gadis tersebut. Lalu gadis itu berkata, “Ya Rasulullah, sebenarnya aku telah rela terhadap apa yang telah diperbuat ayahku terhadapku, akan tetapi aku berkeinginan untuk memberitahukan kepada wanita-wanita tentang sesuatu dalam masalah ini.” (HR An-Nasa’i).

Maka, sebelum memberi jawaban kepada peminang, tanyakanlah kepada anak gadis Anda. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Tidaklah seorang janda dikawinkan, sehingga dia dimintai persetujuannya dan tidak pula seorang gadis hingga dia dimintai persetujuannya.”
Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimanakah persetujuannya?” Rasulullah menjawab, “Persetujuannya adalah pada saat dia diam.” (HR Bukhari dan Muslim).

Al-Bukhari dan Muslim juga pernah meriwayatkan dari ‘Aisyah, dia berkata, “Ya Rasulullah, apakah wanita-wanita harus dimintai persetujuannya jika mereka akan dikawinkan?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya”.

Aku bertanya lagi, “Sesungguhnya seorang gadis jika dimintai persetujuannya, kemudian dia diam, karena malu?” Rasulullah bersabda: “Diamnya itu adalah persetujuannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Syaikh Yusuf Qardhawi mengingatkan, seorang gadis kadang-kadang merasa malu untuk menjelaskan tentang persetujuannya itu dan dia juga malu untuk menampakkan bahwa dia sudah berkeinginan untuk melangsungkan perkawinan.

Sedangkan diamnya itu menunjukkan kebersihannya dari segala penyakit yang dapat mencegahnya dari hubungan seksual, atau adanya sebab lain yang tidak baik untuk melangsungkan pernikahan dengan laki-laki itu, di mana sebab-sebab itu tidak ada seorang pun yang mengetahuinya, kecuali dia sendiri. Wallahu A’lam. Demikian kutipan saya dari Ruang Lingkup Aktifitas Wanita Muslimah (Al-Kautsar, 1996).

Selain meminta izinnya, berikanlah kesempatan kepadanya untuk mengetahui siapa calon suaminya, terutama jika calon suami itu pilihan Anda sedang anak gadis Anda belum mengenalnya. Biarkanlah anak gadis Anda untuk menilai sendiri calon suaminya, apakah ia menyukai atau tidak. Anda bisa memberikan informasi, memberi keterangan seperlunya tentang si calon. Tetapi sebaiknya tidak banyak mempersuasi (membujuk) dengan menampakkan yang baik-baik saja. Sebab persuasi dapat menimbulkan harapan-harapan yang akan ia peroleh ketika akad nikah telah dilaksanakan.

Sehingga bisa jadi ia mengalami kekecewaan justru karena terlalu tingginya harapan yang muncul lantaran persuasi Anda. Padahal, pada mulanya ia tak banyak mengharapkan hal-hal yang tidak mendasar.
Sebagian gadis menikah dengan orang yang belum pernah dikenalnya sama sekali dan baru melihat laki-laki yang menikahinya ketika akad nikah telah selesai, yaitu saat pertama kali memasuki kamar pengantin. Mereka ridha dengan suaminya.

Tetapi ini tidak berlaku umum. Sehingga Anda tidak bisa mengambilnya sebagai hukum yang Anda terapkan begitu saja kepada anak gadis Anda. Anda perlu bersikap tengah-tengah dan memahami kebutuhan anak gadis Anda, kecuali jika dia telah ridha dengan pilihan Anda tanpa mensyaratkan apa pun mengenai laki-laki yang akan menjadi suaminya.

Seorang gadis yang tidak diberi kesempatan untuk mengetahui dan mempertimbangkan calon suaminya, berhak untuk memutuskan hubungan perkawinan apabila ia tidak rela terhadap suami pilihan ayahnya. Kesempatan mengetahui ini meliputi hal-hal yang berkenaan dengan segi lahiriah maupun segisegi yang lebih bersifat psikis dan agama dari si calon suami.

“Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.” (QS Al Baqarah: 229).

Kasus gagalnya perkawinan karena istri belum mengetahui calon suaminya pernah terjadi di masa Rasulullah. Ketika menikah, Hadiqah tidak pernah bertemu dengan Tsabit bin Qais kecuali pada malam pengantin mereka. Sang istri sangat terkejut dengan suami yang dijumpainya pada malam pengantin itu dan secara spontan timbul keinginan untuk berpisah.

Hadiqah berkata kepada Rasulullah, “Tampaklah apa yang tidak saya ketahui pada malam pengantin kami. Saya pernah melihat beberapa orang laki-laki, namun suami saya adalah laki-laki yang paling hitam kulitnya, pendek tubuhnya, dan paling jelek wajahnya. Tidak ada satu kebagusan pun yang saya temui pada dirinya. Saya tidak mengingkari kebagusan akhlaknya dan agamanya, ya… Rasulullah, tetapi saya takut menjadi kafir jika tak bercerai darinya. Saya takut jika terus-menerus maksiat padanya karena ketidaktaatan saya pada suami, dan saya tahu itu menyalahi perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam memanggil Tsabit dan berkata kepadanya,“Temui istrimu, Hadiqah dan ceraikan ia sebagaimana layaknya, biarkan mahar itu menjadi haknya.”
Kisah Hadiqah dan Tsabit bin Qais ini juga disampaikan oleh Imam Bukhari dalamshahihnya. Sesungguhnya, kata Ibnu Abbas, istri Tsabit bin Qais telah menghadap kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam Ia berkata, “Ya Rasulullah, saya tidak mencela akhlak dan agamanya, tetapi saya tidak mau kufur dalam Islam.” Maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Maukah Anda mengembalikan kebun-kebunnya?” Ia menjawab, “Ya.”

Maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda (kepada Tsabit),“Terimalah kebun itu, dan talaklah istrimu itu satu kali.”

Ada hadis lain yang meriwayatkan kisah Tsabit bin Qais ini. “Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya Radhiyallahu ‘Anh dalam riwayat Ibnu Majah; Sesungguhnya Tsabit bin Qais itu adalah orang yang buruk rupa dan bentuknya, dan istrinya berkata, “Kalau saya tidak takut pada Allah, tentu saya ludahi muka suami saya itu apabila mendatangi saya”. Dan dalam riwayat Ahmad dari hadis Sahal bin Abi Hasmah, “Dan kejadian itu adalah permulaan khulu’ dalam Islam.”

Khulu’ merupakan hak istri untuk meminta cerai karena sebab tertentu yang kuat.

Jadi, sebelum menikahkan anak gadis Anda dengan laki-laki yang meminangnya, tanyakan dulu apakah ia setuju atau tidak. Berikan kesempatan padanya untuk mengetahui calon suaminya agar lebih dapat mengekalkan hubungan kalau ia ternyata rela dan menyukai. Ada pun kalau ia tidak menyukai, ini lebih baik daripada terlanjur menikah. Kalau sudah terlanjur, silaturrahmi bisa rusak.

Meminta Pertimbangan Istri
“Berkonsultasilah terhadap wanita-wanita dalam masalah anak-anak perempuan,” kata Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Abu Daud. Dalam hadis ini terdapat rawi yang majhul, tetapi banyak hadis yang maknanya senada dengan hadis ini. Begitu Syaikh Yusuf Qardhawi memberi keterangan.

Al-Imam Abu Sulaiman Al Khaththabi memberikan beberapa catatan penting dalam menyampaikan kesimpulan mengenai hadis-hadis tersebut. Beliau mengatakan, “Berkonsultasilah dengan kaum ibu dalam masalah perkawinan anak-anak perempuan mereka, bukan berarti bahwa mereka mempunyai wewenang terhadap akad nikah tersebut. Akan tetapi dipandang dari segi kebaikan dan perbaikan terhadap diri mereka dan dalam segi menggauli mereka dengan baik.

Dan karena upaya itu lebih dapat mengekalkan persahabatan dan akan dapat menimbulkan rasa cinta kasih di antara anak-anak gadis mereka dengan sang suami.  Hal ini dapat terjadi jika akad nikah itu atas dasar kerelaan dari ibu-ibu mereka dan sesuai dengan keinginan mereka. Dan jika akad pernikahan itu di luar kerelaan ibu-ibu mereka, maka bisa jadi ibu-ibu mereka merongrong suami mereka. Dia juga akan menimbulkan kerusakan terhadap hati anak gadisnya. Sedangkan anak-anak perempuan, biasanya lebih cenderung terhadap ibu-ibu mereka dan akan lebih menerima perkataan yang datangnya dari ibu-ibu mereka.

Dengan adanya permasalahan yang seperti ini, maka berkonsultasi dengan sang ibu adalah sunnah hukumnya dalam masalah akad pernikahan anaknya. Wallahu A’lam.”

Beliau juga pernah berkata, “Dan terkadang juga hal itu menjadi penting oleh karena adanya alasan-alasan tertentu, selain apa yang telah kita sebutkan di atas. Dan hal itu karena mungkin seorang wanita lebih mengetahui tentang masalahmasalah khusus yang terdapat pada diri anak-anak perempuan, atau juga dapat mengetahui tentang kejadian-kejadian yang rahasia, di mana (kalau) anak perempuannya itu melangsungkan pernikahan dengan orang tersebut, maka hal itu tidak akan berlangsung lama atau tidak akan memberikan kebaikan. Sedang alasanalasan itu berada pada ibunya tersebut. Dan adanya penyakit dapat menggagalkan terlaksananya hak-hak pernikahan. Pendapat ini adalah sesuai dengan sabda  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jangan kamu kawinkan seorang gadis, kecuali dengan seizinnya. Sedangkan persetujuannya adalah diamnya.”
Ketika bertemu Musa ‘Alaihis Salam., Syafura sangat terkesan oleh sikap dan perilakunya. Ia tidak menunjukkan perasaannya kepada Musa ‘Alaihis Salam karena rasa malu yang besar. Tetapi ia menceritakan kepada ayahnya, Nabiyullah Syu’aib ‘Alaihis Salam Kelak, Nabi Syu’aib menikahkan putrinya dengan Musa ‘Alaihis Salam yang di kemudian hari juga menjadi Nabi. Putri Anda barangkali juga mempunyai perasaan-perasaan serupa. Ada seseorang yang memiliki tempat khusus di hatinya. Ada laki-laki yang begitu berarti baginya, meskipun ia tidak menunjukkan gelagat di hadapan Anda maupun di hadapan lakilaki yang telah memunculkan kesan membekas dalam jiwanya. Ada halangan kejiwaan yang membuatnya tidak berani menceritakan kepada Anda. Meski masih ada rasa malu, kadang-kadang ia berani terbuka pada ibunya atau neneknya tentang rahasia-rahasia yang ia simpan rapat-rapat. Ia berani mengungkapkan bahwa hatinya telah terpaut dengan seorang laki-laki, yang barangkali berbeda dengan laki-laki yang sempat dipikirkan ayahnya untuk dijodohkan dengannya.

Dan jika laki-laki yang disukainya itu datang untuk mengawini anak perempuan itu, kata Syaikh Yusuf Qardhawi, maka orang itulah yang akan didahulukan dan diterima pinangannya. Sebagaimana yang diisyaratkan di dalam sebuah hadis shahih:

Belum pernah terlihat bagi dua orang yang bercinta seperti pernikahan.”
Kuatnya ikatan perasaan antara dua hati, dapat kita baca pada kisah pernikahan Abdurrahman bin Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘Anh dengan Atikah binti Amr bin Nufail.

Abu Bakar pernah mengkhawatirkan anaknya sehingga khawatir kalau perasaan anaknya yang begitu kuat terhadap istrinya, Atikah, akan mengalahkan pikiran dan agamanya. Ia kemudian menyuruh Abdurrahman untuk menceraikan Atikah, tetapi Abdurrahman tidak sanggup melakukan. Abu Bakar terus mendesak, sampai akhirnya Abdurrahman tidak mampu menghadapi perintah ayahnya. Tetapi perceraian tidak pernah bisa melemahkan ikatan perasaan dua orang yang diliputi kerinduan.

Perpisahan tidak mematikan perasaan Zulaikha kepada Yusuf dan tetap menantikan perjumpaan dengan Yusuf, meskipun kecantikannya telah banyak dimakan usia.

Perceraian Abdurrahman juga demikian. Ia tidak bisa melupakan kelembutan dan ketinggian akhlak Atikah. Ia mengadukan cekaman perasaannya kepada Allah dengan bersyair:

“Demi Allah tidaklah aku melupakanmu
Walau matahari kan terbit meninggi
“Dan tidaklah terurai air mata merpati itu
kecuali berbagi hati
“Tidak pernah kudapatkan orang sepertiku
mentalak orang seperti dia,
Dan tidaklah orang seperti dia
Ditalak karena dosanya
“Dia berakhlak mulia, beragama
dan bernabikan Muhammad,
Berbudi pekerti tinggi
bersifat pemalu dan halus tutur katanya

Perpisahan tidak melemahkan ikatan perasaan. Ia justru semakin kuat dengan disirami air mata. Melihat rintihan tangis anaknya, Abu Bakar Ash-Shiddiq tidak tega hatinya. Kepada anaknya ia mengatakan, “Wahai anakku, rujuklah engkau kepadanya kalau memang engkau tidak dapat melupakannya.”

Maka, rujuklah Abdurrahman kepada Atikah, istri yang sangat dicintainya. Mereka hidup dalam rumah tangga yang penuh dengan kebahagiaan hingga Abdurrahman mencapai syahid pada perang Tha’if. Konon, ketika mendengar kabar syahidnya Abdurrahman, Atikah sangat sedih disebabkan dalamnya rasa cinta kepada Abdurrahman. Tetapi kecintaannya terhadap Abdurrahman, tidak menghalanginya untuk melepas Abdurrahman pergi berjihad. Inilah ketinggian Atikah. Wallahu A’lam bishawab.

Ikatan perasaan demikian kuat. Anak gadis Anda barangkali telah terpaut hatinya kepada seseorang yang ia rela terhadapnya. Ia berharap dapat menemani hidupnya sebagai istri shalihah, sekalipun ia belum pernah bertegur sapa. Ia mempunyai perasaan itu, mempunyai cita-cita tentang rumah tangga yang akan dibangunnya. Sekali saat, barangkali ia menceritakan isi hatinya kepada neneknya, kepada ibunya saat ia menemukan kesempatan untuk berbicara dari hati ke hati, kepada saudara perempuan yang lebih tua, atau kepada bibinya. Seringkali, seorang gadis mempercayakan rahasia hatinya kepada mereka. Karena itu, bertanyalah kepada mereka agar keputusan Anda lebih dekat kepada maslahat dan jauh dari madharatdan mafsadah (kerusakan). 


Musyawarah
Banyak hadis yang menunjukkan keutamaan musyawarah. Al Qur’an juga memberi perhatian kepada pentingnya musyawarah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad maka bertawakallah kepada Allah.” (QS Ali Imran: 159).

Ada musyawarah. Kemudian, ada tawakal yang mengikuti. Yang disebut terakhir ini seringkali tertinggal, tidak mengikuti hasil musyawarah.

Tak mudah memang. Karena itu, silakan Anda mencari sendiri pembahasan mengenai tawakal ini.
Ada syarat-syarat musyawarah. Musyawarah dengan orang yang memenuhi syarat, dapat memberi manfaat dan lebih dekat dengan maslahat dan keselamatan akhirat, bahkan keselamatan dunia. Tetapi musyawarah dengan orang yang tidakmemenuhi syarat, justru lebih dekat kepada madharat dan mafsadat. Imam Abu ‘Abdillah mengingatkan, musyawarah dengan orang yang tidak memenuhi syarat lebih besar bahayanya dibanding manfaatnya.

Pembahasan lebih lanjut tentang musyawarah, silakan Anda cari di buku lain. Saya kira, cukuplah pembahasan saya tentang musyawarah. Semoga bermanfaat.
Oleh : Moh. Fauzil Adhim/hasanalbanna.com

No comments:

Post a Comment

PENGUNJUNG YANG BAIK SELALU MENINGGALKAN KOMENTAR
Terima Kasih Sudah Berkunjung ke Wabsite Saya...

Tags

Harus Anda Ketahui (247) Renungan (192) Lifestyle (177) Tips (169) Remaja (156) Dunia Perempuan (134) Unik (78) Tokoh (66) Politik (59) Inspirasi (57) Health (54) Motivasi (53) Pernikahan (46) PKS Day (45) Kontroversi (41) Ada-ada Saja (35) Pendidikan (27) Ukhuwah (25) Agama (21) IPTEK (19) Kata Mutiara dan Nasihat (18) Fenomena (16) Kisah Nyata (16) Prestasi (16) Album (15) Artis (15) Konspirasi (15) Sebuah Perubahan (15) Seksualitas (15) Sport (15) Coretan Ku (14) Moralitas (13) Music (13) Palestine (13) ValentineDay (13) Lucu (12) Provokasi (12) Keajaiban (11) Bandung (10) Syariah (9) Ungkapan (8) Mualaf (7) Training (6) Tutorial (6) Aneh Tapi Nyata (5) Pacar (5) Syi'ah (5) Video (5) Internasional (4) PERSIB (4) Sholat (4) Ramadhan (3) Fitnah (2) Otomotif (2) Bulughul Marom (1) Cek Nomor (1) Hadits (1) Penipuan (1) Situs (1)
" Terima Kasih Sudah Berkunjung di Blog Saya, Jangan Lupa Komentarnya, Ya. Semoga Bermanfaat..."